Apaitu Pendidikan Karakter? Suyitno (2012) menjelaskan bahwa karakter dapat diartikan sebagai bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,temperamen, dan watak. Karakter dalam pengertian ini menandai dan memfokuskan pengaplikasian nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah-laku. padagenerasi masyarakat milenial saat ini dan kedepan menjadi satu tantangan yang kritis. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan karakter sejak lahir. Pada zaman ketika pemimpin dilahirkan dari para raja-raja bisa dikatakan demikian karena yang mendapatkan ilmu-ilmu dan pengalaman kepemimpinan hanya ada di lingkungan Karena itu, pendidikan karakter ini sangat mendasar, dan masalah ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di Malaysia," kata Mendikbud saat memberikan pidato kunci pada seminar pendidikan "Perubahan Pola Pikir Pendidikan Era Milenial" di Jakarta, Selasa (6/3). Beriaku 10 pemuda maka akan kuguncangkan dunia". Pada zaman sekarang telah memasuki era baru yang sering disebut dengan era milenial, sehingga pemuda yang lahir pada era ini disebut dengan generasi milenial. Generasi milenial merupakan generasi yang sudah melek teknologi. MasalahKarakter. Di satu sisi teknologi berdampak positif terhadap pendidikan; memudahkan guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, namun di sisi lain juga memiliki kelemahan. Teknologi tidak bisa mewakili guru dalam pendidikan karakter, maka keberadaan guru adalah tidak bisa digantikan robot, google, atau kecerdasan buatan lainnya. Berdasarkananalisis sederhana penulis, tantangan pelaksanaan pendidikan karakter pada masa wabah covid-19 ini dapat dideteksi dari dua hal. Pertama, pembelajaran berbasis online membuat siswa kehilangan role model dan sosok yang menjadi panutan. Kedua, penggunaan teknologi digital tidak mampu menjamin peserta didik aman dari terpaan konten Inilahkarakter pendidikan pesantren yang komunal integral dan futuristik. Remaja era Milenial mestinya sudah jago-jago bikin pidato. Hadirin rahimakumullah Selanjutnya yang ketiga adalah Sabar ishthibaarin nah di poin ini banyak santri zaman sekarang yang gagal. Semogapendidikan era milenial di Indonesia tidak hanya mengajarkan bagaimana seorang anak berprestasi tapi mengajarkan bagaimana seorang anak dapat berinteraksi kepada orang lain dengan benar melalui tingkah laku, rasa empati, menghormati. Aamiin 7LNSh. Karakter adalah nilai-nilai perilaku manusia yang berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang diwujudkan dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan tindakan berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau pedagogie berarti bimbingan atau bantuan yang disengaja oleh seorang dewasa agar ia menjadi dewasa. Lebih lanjut, pendidikan diartikan sebagai upaya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok lain agar menjadi orang dewasa untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih tinggi atau hidup dalam pengertian mental. To read the file of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Dengan adanya pendidikan karakter ini, diharapkan generasi milenial bisa lebih memperhatikan dan memfilter setiap budaya yang masuk, dengan arti dapat memilah mana yang baik dan mana yang buruk secara bijak."ABSTRAK Kemajuan ilmu teknologi dan komunikasi pada era globalisasi ini sangat mengkhawatirkan, terlebih lagi bagi generasi yang biasa disebut generasi milenial. Zaman sekarang anak-anak maupun remaja cenderung tidak bisa hidup tanpa gadget. Alih-alih belajar, mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain gadgetnya. Hal ini dikarenakan arus globalisasi yang semakin meluas membawa perubahan yang signifikan pada generasi milenial ini. Mereka cenderung diperbudak oleh media masa yang semakin canggih dari waktu ke ketatnya arus perubahan zaman, kini setiap individu harus pintar-pintar menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Maka diperlukan pendidikan karakter untuk mengantisipasi dan meminimalisir perilaku setiap individu agar tidak mengikuti tren atau budaya globalisasi yang masuk. Dengan adanya pendidikan karakter ini, diharapkan generasi millennial bisa lebih memperhatikan dan memfilter setiap budaya yang masuk, dengan arti dapat memilah mana yang baik dan mana yang buruk secara kunci Globalisasi, milenial, gadget, media masa, pendidikan, karakter, pendidikan karakter Baca juga Urgensi Bimbingan Konseling di Lingkungan Sekolah Luar BiasaPENDAHULUANIstilah generasi milenial memang sedang akrab terdengar. Istilah tersebut berasal dari milenials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika. Generasi milenial biasa disebut dengan generasi Y atau akrab disebut dengan echo boomers. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lihat Pendidikan Selengkapnya Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 INTEGRALISTIK XXIX/2018 PENDIDIKAN KARAKTER SUATU KEBUTUHAN BAGI MAHASISWA DI ERA MILENIAL Margi Wahono1 Abstrak Pendidikan karakter kini menjadi salahsatu wacana utama dalam kebijakan nasional di bidang karakter Pendidikan. Seluruh kegiatan belajar serta mengajar yang ada dalam negara indonesia harus merujuk pada pelaksanaan pendidikan Karakter. Ini juga termuat di dalam Naskah Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan pada tahun 2010. Dalam naskah tersebut dinyatakan yakni pendidikan karakter menjadi unsur utama dalam pencapaian visi dan misi pembangunan Nasional yang termasuk pada RPJP 2005-2025. Bukan hanya itu dalam UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan Nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU SIKDIKNAS menyebutkan ―Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membantu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi, peserta didik agar menjadi manusia yang beriman yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab‖. PENDAHULUAN Dalam upaya menyelamatkan lingkungan hidup, aplikasi pendidikan karakter yang dapat diterapkan yakni; 1 Membangun karakter peduli lingkungan melalui keteladanan. Membangun karakter peduli lingkungan dalam diri seseorang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Keteladanan merupakan salah satu imbauan untuk digunakan dalam pengelolaan lingkungan sehingga terasa dampak yang muncul sangat dahsyat. Dalam dunia pendidikan sinergi antara rumah dan sekolah sangat membantu untuk membangun kepedulian lingkungan. Orang tua menjadi tempat pendidikan awal sebelum anak-anak mendapatkan pendidikan di tempat lain. Orang tua harus menanamkan kebiasaan peduli lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. 2 Membangun karakter peduli lingkungan melalui pembiasaan. Berbagai program di sekolah bisa dijadikan program untuk membangun karakter peserta didik peduli lingkungan. Karena itu langkah-langkah pembentukan karakter bisa dilakukan semua warga sekolah dan menjadi pembiasaan. Pembiasaan yang dapat dilakukan adalah a Masukkan konsep karakter peduli lingkungan pada setiap kegiatan pembelajaran dengan cara a Menanamkan nilai kebaikan/manfaat bagi kehidupan apabila lingkungan hidup tetap terjaga kelestariannya. Membangun karakter peduli lingkungan di sekolah memerlukan tiga pilar. Pilar yang dipakai untuk mewujudkan sekolah berkarakter peduli lingkungan meliputi tiga hal. Pertama, membangun watak, kepribadian dan moral. Kedua, membangun kecerdasan majemuk. Ketiga, kebermaknaan pembelajaran. Agar ketiga pilar itu tetap pada landasan yang kokoh, maka 2 INTEGRALISTIK XXIX/2018 diperlukan kontrol agar segala upaya sesuai dengan skenario yang ada. Keteladanan dan pembiasaan merupakan upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan karakter peduli lingkungan di sekolah dan harus menjadi pijakan menuju pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik. Keteladanan dan pembiasaan harus tercermin dalam program-program yang dicanangkan sekolah dan akan terlihat perwujudannya dalam sikap dan kepedulian berprilaku sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah. Jika ada sinergi antara sekolah dan rumah dalam membangun kepedulian terhadap lingkungan, maka anak-anak akan mampu menjadi agen perubahan lingkungan yang berkualitas di masa datang. Lickona 1992 menjelaskan beberapa alasan perlunya pendidikan karakter, di antaranya 1 Banyaknya generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral, 2 Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, 3 Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat, atau lembaga keagamaan, 4 masih adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggungjawab, 5 Demokrasi memiliki kebutuhan khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk dan oleh masyarakat, 6 Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain, 7 Komitmen pada pendidikan karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang baik, dan 8 Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada performansi akademik yang meningkat. Alasan-alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan di masa depan yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab, rendahnya kepercayaan diri, dan lain-lain. Gerakan PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan para pelaku pendidikan. Ada lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas Gerakan PPK Kemdikbud. Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah sebagai berikut 1. Religius Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu 3 dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta lingkungan. Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Subnilai religius antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih. 2. Nasionalis Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa,rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan,taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku,dan agama. 3. Mandiri Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain etos kerja kerja keras, tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, INTEGRALISTIK XXIX/2018 keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. 4. Gotong Royong Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolongmenolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan. 5. Integritas Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral integritas moral. Kelima hal di atas akan lebih efektif apabila pihak sekolah menerapkan budaya sekolah yang secara nyata dapat menunjang pelaksanaan. Budaya sekolah yang positif akan mendorong semua warga sekolah untuk bekerjasama yang didasarkan saling percaya, mengundang partisipasi seluruh warga, mendorong munculnya gagasan-gagasan baru, dan memberikan kesempatan untuk terlaksananya pembaharuan di sekolah yang semuanya ini bermuara pada pencapaian hasil terbaik. Budaya sekolah yang baik dapat menumbuhkan iklim yang mendorong semua warga sekolah untuk belajar, yaitu belajar bagaimana belajar 4 INTEGRALISTIK XXIX/2018 dan belajar bersama. Akan tumbuh suatu iklim bahwa belajar adalah menyenangkan dan merupakan kebutuhan, bukan lagi keterpaksaan. Belajar yang muncul dari dorongn diri sendiri, intrinsic motivation, bukan karena tekanan dari luar dalam segala bentuknya. Akan tumbuh suatu semangat di kalangan warga sekoalah untuk senantiasa belajar tentang sesuatu yang memiliki nilai-nilai kebaikan. Budaya sekolah yang baik dapat memperbaiki kinerja sekolah, baik kepala sekolah, guru, siswa, karyawan maupun pengguna sekolah lainnya. Situasi tersebut akan terwujud ketika kualifikasi budaya tersebut bersifat sehat, solid, kuat, positif, dan professional. Dengan demikian suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju, dorongan untuk bekerja keras dan belajar mengajar dapat diciptakan. Selanjutnya, dalam analisis tentang budaya sekolah dikemukakan bahwa untuk mewujudkan budaya sekolah yang akrab-dinamis, dan positif-aktif perlu adanya sebuah semacam rekayasa sosial. Dalam mengembangkan budaya baru, sekolah perlu diperhatikan dua level kehidupan sekolah yaitu level individu dan level organisasi atau level sekolah, tujuannya adalah agar budaya baru yang akan diterapkan agar dapat menyatu dengan baik dengan iklim dan suasana yang ada di sekolah tersebut. Level individu, merupakan perilaku siswa selaku individu yang tidak lepas dari budaya sekolah yang ada. Perubahan budaya sekolah memerlukan perubahan perilaku individu. Perilaku individu siswa sangat terkait dengan prilaku pemimpin sekolah. Suyitno 2012 menjelaskan bahwa karakter dapat diartikan sebagai bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,temperamen, dan watak. Karakter dalam pengertian ini menandai dan memfokuskan pengaplikasian nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah-laku. Orang yang tidak mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan, misalnya tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang yang berkarakter jelek, tetapi orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Franz Magnis Suseno dalam Suyitno,2012, dalam acara Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa mengatakan bahwa pada era sekarang ini yang dibutuhkan bukan hanya generasi muda yang berkarakter kuat,tetapi juga benar, positif, dan konstruktif. Pernyataan itu disampaikan lebih dari 10 tahun yang lalu, artinya memang untuk saat ini pendidikan karakter menjadi suatu hal yang teramat penting untuk ditransformasikan ke anak didik. Lyons dalam Putra, 2016 menjelaskan tentang generasi milenial, Dia menyatakan generasi Y dikenal dengan sebutan generasi millenial atau milenium. Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook dan twitter, dengan kata lain generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era internet booming. 5 Di era global seperti saat ini, seseorang memerlukan pengendali yang kuat agar ia mampu memilih dan memilah nilai-nilai yang banyak sekali ditawarkan kepadanya Soedarsono, 1999; Djahiri, 2006. Oleh karena itu, agar seseorang tahan banting, maka bisa dilakukan melalui pendidikan, sebab jalan terbaik dalam membangun seseorang ialah pendidikan. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Jhon Dewey 2003 69 menjelaskan bahwa ―Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia‖. Dunia Pendidikan mempunyai peran dan tanggung jawab yang sangat penting untuk membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan sosial. Namun dalam hal ini, tidak hanya pendidikan formal ataupun nonformal saja yang dibutuhkan dari generasimillennial, di butuhkan pula pendidikan karakter dalam membangun moral dan budipekerti pada generasi ini. Karakter merupakan watak, tabiat, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter dari suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kultur dari bangsa itu sendiri. Pembentukan karakter merupakan INTEGRALISTIK XXIX/2018 salah satu tujuan pendidikan nasional yang terdapat pada UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cerdas, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demoktaris serta bertanggung jawab. Megawangi 2007 menyebutkan bahwa Pendidikan Karakter sebagai solusi dalam menjawab permasalahan negeri ini. Pendidikan karakter tidak hanya mendorong pembentukan perilaku positif anak, tetapi juga meningkatkan kualitas kognitifnya. Pengembangan karakter atau character building membutuhkan partisipasi dan sekaligus merupakan tanggung jawab dari orangtua, masyarakat, dan pemerintah. Sebab dengan menjadi dewasa secara rohani dan jasmani, seseorang menjadi berkepribadian yang bijaksana baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat Illiyun, 2012 Para pakar di Balitbang Pusat Kurikulum Kemendikbud berhasil menginvetarisasi 18 karakter yang harus menjadi acuan para pendidikan secara nasional Satriwan, 2012. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa bersumber dari nilai-nilai Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional, yang kemudian diidentifikasi menjadi 18 karakter bangsa yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, 6 INTEGRALISTIK XXIX/2018 menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab Satriwan, 2012. yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral‖. Hal ini diperlukan agar generasi millennial memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebijakan. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan cognitive, perasaan feeling, dan tindakan action. Menurut FW Foerster terdapat 4 ciri dasar pendidikan karakter yaitu 1. Pendidikan karakter nemenakankan setiap tindakan yang berpedoman terhadap nilai normatif. Dimana diharapkan generasi dapat menghormati norma-norma yang ada dan dijadikannya berpedoman dalam bertingkahlaku dilingkungan masyarakat 2. Adanya korehensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu seseorang akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang ambing serta tidak takut terhadap resiko dalam situasi baru. 3. Adanya otonomi, yaitu seseorang menghayati dan mengamalkan atuan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, seseorang mampu mengambil keputusan dengan mandiri tanpa dipengaruhi atau desakan dari orang lain. 4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan dalam mewujudkan apa yang dipandang baik dan kesetiaan merupakan dasar penghormatan atas komisten yang dipilih. Pendidikan tidak hanya membentuk insan yang cerdas, namun juga berkarakter dan berkepribadian yang unggul dengan harapan agar generasi bangsa kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan karakter yang berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Dalam hal ini dapat disimpulkan peningkatan pendidikan karakter dapat dijadikan dasar dan perisai atau pengendali bagi generasi millennial dalam menghadapi perkembangan di era yang serba canggih atau era globalisasi. Sebagai generasi millennialperlu menyadari pula betapa pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk perilaku dan kepribadian dalam berprilaku di media internet dan dikehidupan sehari-hari. Dalam hal ini tidak hanya lingkungan sekolah yang menjadi pusat pembelajaran dari pendidikan karakter namun keluarga, lingkungan sekitar, masyarakat dan pemerintah pula ikut berperan aktif dalam mendukung hal tersebut, sehingga terbentuklah generasi millennial yang berkarakter baik dan unggul yang berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa dan agama. 7 DAFTAR PUSTAKA Azra, Azyumardi. Agama, Budaya, dan Pendidikan Karakter Bangsa. 2006 Elkind, David H. dan Sweet, Freddy. How to Do Character Education. Artikel yang diterbitkan pada bulan September/Oktober 2004. Kementerian Pendidikan Nasional, Badan penelitian dan pengembangan, Pusat kurikulum. 2011, Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa pedoman sekolah. Jakarta Pusat Kurikulum Kennedy,M. 1991, Some Surprising Finding on How Teachers Learn to Teach,Educational Leadership. Lickona, Thomas, Educating for Character How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York Bantam Books, 1992. Lickona, Tom; Schaps, Eric, dan Lewis, Catherine. Eleven Principles INTEGRALISTIK XXIX/2018 Sekolah Pengalaman Sekolah Karakter, 2010. Parkay, Forrest W. dan Stanford,Beverly H. 2011, Menjadi Seorang Guru, Jakarta PT Indeks. Samani, Muchlas, Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung Remaja Rosdakarya. Siswinarti, Putu. R. 2017. Pentingnya Pendidikan Karakter Untuk Membangun Bangsa Beradab. Singaraja Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Imam. 2012. Pengembangan Lokal. Jurnal Pendidikan Karakter, ... Furthermore, the Regulation of the Minister of Education and Culture of the Republic of Indonesia Number 3 of 2020 Article 6 concerning National Higher Education Standards also explains that higher education must be able to build student attitudes so that they can behave appropriately and be cultured as a result of internalization and actualization of the values and norms reflected in life. In the National Action Plan for Character Education published by the Ministry of Education in 2010, it is stated that character education is the main element in achieving the vision and mission of National development included in the 2005-2025 RPJP Wahono, 2018. ...... Value education based on local values to strengthen student character is very relevant to the character-strengthening movement carried out by the Indonesian government through the policies of the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia. It is because the Movement for Penguatan Pendidikan Karakter PPK also places character values as the most profound dimension of education that civilizes and civilizes education actors Wahono, 2018. e Movement for Strengthening Character Education PPK, implemented by the Ministry of Education and Culture in 2017, has identified five central character values that are interrelated to form a value network that needs to be developed as a priority, namely religious, nationalist, independent, cooperation, and integrity Komalasari et al., 2017. ... Piki Setri PernantahAhmal AhmalEducation of values through the example of a figure who is also a national hero from Riau is still lacking. It is necessary to have values education based on historical figures so that students cannot forget their heroes and imitate Sultan Syarif Kasim II’s struggles. This research was conducted using a qualitative method with a descriptive-analytical approach. The values reconstructed from the results of field research and literature studies are then integrated into the historical student learning at the University of Riau so that it is internalized into students who will later become self-character based on the fighting spirit of the heroes of Riau. Pendidikan nilai melalui keteladanan sosok yang juga merupakan pahlawan nasional asal Riau masih sangat kurang. Perlu adanya pendidikan nilai berbasis tokoh sejarah agar mahasiswa tidak melupakan pahlawannya sehingga mampu meneladani perjuangan yang telah dilakukan Sultan Syarif Kasim II. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitis. Nilai-nilai yang telah direkonstruksi dari hasil penelitian lapangan dan studi literatur tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam perkuliahan sejarah lokal mahasiswa sejarah Universitas Riau. Sehingga terinternalisasi ke dalam diri mahasiswa yang nantinya menjadi karakter diri yang dilandasi semangat perjuangan para pahlawan Riau. Cite this article Pernantah, Ahmal. 2022. Values Education through the Exemplary of Sultan Syarif Kasim II for Students in Riau. Paramita Historical Studies Journal, 322, 276-285. Tujuan pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional SISDIKNAS pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab Wahono, 2018. Rumusan tersebut terungkap tiga segi yang sangat penting. ...Sukini SukiniFenomena dekadensi moral terjadi akibat tidak terkendalikannya kemajuan dari teknologi yang berkembang begitu pesat, selain itu juga pengaruh budaya luar mewarnai terjadinya dekadensi moral. Pengaruh dekadensi moral ini cenderung kapada hal-hal yang negatif. Di sinilah impementasi kurikulum 2013 PAI perlu didesain sesuai dengan kebutuhan. Implementasi kurikulum 2013 PAI menjadi pedoman dalam pembelajaran untuk pembentukan karakter peserta didik. karena kurikulum sifatnya dinamis sesuai dengan kebutuhan, untuk itu perlu adanya kurikulum yang orientasinya pada penanaman sikap baik spiritual maupun sosialnya, dengan kata lain harus dimunculkan pendidikan karakter. Implementasi kurikulum 2013 di dalamnya ada pendidikan karakter. Implementasi kurikulum 2013 Pendidikan Agama Islam dalam pembelajaran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis kualitatif dengan pendekatan teknik survey. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif model interaktif yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data. Dari hasil pengamatan dan pembahasan disimpulkan bahawa 1 Implementasi kurikulum 2013 Pendidikan Agama Islam di kelas VI SD Negeri Pelita Karya Jalancagak Subang dapat dilaksanakan dengan sangat baik, 2 Karakter peserta didik kelas VI SD Negeri Pelita Karya Jalancagak Subang, menunjukkan karakteristik yang baik sampai dengan sangat baik sesuai dengan indikator karakter yang ditetapkan, 3 setelah diterapkan kurikulum 2013, perubahan perilaku peserta didik menunjukkan perubahan yang signifikan, 4 Fakor faktor penghambat di SD Negeri Pelita Karya dalam implementasi kurikulum 2013 adalah ketersediaan waktu dan sarana pembelajaran yang sangat terbatas.... In this regard, efforts to uphold the noble morals of the nation are absolute imperatives because noble morals will be the main pillar for the growth and development of a nation's civilization Karim, 2018;Wahono, 2018. The ability of a nation to survive is determined by the extent to which the people of the nation uphold moral and moral values Fithriyah, 2022;Najib, 2018;Syofrianisda & Suardi, 2018. ...Syamsuri AliSepturi SepturiM. Ichsan Nawawi SahalBackground Today, education is more concerned with material and scientific issues than ethics, morals and morals. High decadence or moral decline indicates a moral crisis that is very concerning. Education should be able to touch various physical, spiritual, moral, ethical, psychological and physical aspects. Otherwise, education is like just a teaching, and nothing reaches students at all. Aim This study aims to analyze the concept of akhlaq education according to Asy'ari in the book of Adab Al-Alim Wa Al-Muta’alim on students' behavior change. Method The type of research that the author did was descriptive quantitative research. This research also involves a literature study approach to obtain deeper information about moral education in the book of Adab Al-Alim Wa Al-Muta'alim The source of data in research is the subject from which data can be obtained. Findings All students in MAN 1 Bandar Lampung have actually applied good moral education to their teachers. However, on a number of indicators, there are still those who answer neutrally and are not even sure that they have implemented moral education.... Educational efforts through the internalization of human values lead to humanizing humans Abi, 2017;Dewi, 2019;Ekasari, 2013;Fajriah & Murtadho, 2021. It has been explained that the goal of national education is to develop the potential of students to become human beings who believe in and fear God Almighty, have noble character, are healthy, knowledgeable, capable, creative, independent, and become citizens of a democratic and responsible state Hendriana & Jacobus, 2017;Omeri, 2015;Pasaribu, 2017;Wahono, 2018. ...... Therefore, the teacher must be able to make teaching more effective Fakhrurrazi, 2018 and interesting so that the lesson material delivered will make students feel happy Increasing Achievement in Science Learning About Various Types of Objects Through Experimental Methods in Class IV Students of SDN Pondok Kacang Timur 03 Semester 1 Year 2015/2016 Pambudi, Efendi, Novianti, Novitasari, & Ngazizah, 2018 and feel the need to learn the lesson material Sulfemi, 2019. Teachers have a difficult task to achieve the goals of national education Saat, 2015, namely improving the quality of Indonesian people Miharja, 2016, whole people who believe and fear God Almighty Asmaroini, 2016, have noble character, have personality, are disciplined, work hard, are tough, responsible, independent, intelligent Wahono, 2018 and skilled and physically and mentally healthy Prasetyo, 2013, must also be able to grow Sari, 2017 and deepen a sense of love for the homeland Untari, 2018, strengthen the spirit of nationalism and a sense of social solidarity Yunaz, 2019. In line with that, national education will be able to realize development humans Suharyanto, 2013 and build themselves and are responsible for nation building. ...Sutinah SutinahIn essence, teaching and learning activities are a process of interaction or reciprocity between teachers and students in the learning unit. Improving science learning achievement about various forms of objects in fourth grade students at SD Negeri Pondok Kacang Timur 03 Semester 1 of 2015/2016 through the experimental method. This research uses Classroom Action Research CAR. Based on the results of the discussion of data analysis that has been carried out in cycle I and cycle II in this study, it can be concluded as follows The use of experimental methods can improve student learning outcomes in science subjects subject to various forms of objects in class IV semester I SDN Negeri Pondok Kacang Timur 03 academic year 2015/2016, this is indicated by an increase in learning outcomes, namely the learning process before the action shows low learning outcomes, namely students whose scores meet the KKM as many as 13 students or 37%, students who have not completed 21 students or 61% with the highest score of 90 and the lowest score was 40. In the first cycle the number of students who completed 21 students or 61% while those who had not completed 13 students or 39%. The minimum score is 50 and the maximum value is 90. In the second cycle there was an increase in learning outcomes, namely the number of students' completeness was 32 students or 94%. The minimum score is 70 and the maximum value is 100. There is an increase in the average score, namely 65 in the pre-cycle to 73 in the first cycle and increasing to 85 in the second cycle. Thus it can be concluded that using the experimental method can improve student learning outcomes in science subjects on the subject of various forms of objects in class IV semester I SDN Negeri Pondok Kacang Timur 03 academic year 2015/2016 can improve learning outcomes.... UU RI No 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membantu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi, peserta didik agar menjadi manusia yang beriman yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak 8 mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung Morelent, 2015;Wahono, 2018. 1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan Warga Negara yang berbudaya dan karakter bangsa. ...I Made Parwa SantikaI Ketut Budaya Astra I Gede Suwiwa SuwiwaPenelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui studi etnografi serta nilai-nilai pendidikan karakter pada perguruan pencak silat putra garuda di desa Anturan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekataan kualitatif. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang dilakukan terhadap data primer dan data sekunder yang kemudian peneliti ungkapkan isi atau makna dari aturan hukum yang telah ditentukan yang akan dihukumi dengan hukum yang sama, berbeda atau memiliki deskripsi sendiri tentang kajian hukum yang telah dilakukan. Pada proses penelitian ini teknik pengambilan data dalam konteks ini, triangulasi data dalam proses pengambilan data di kancah atau lapangan menggunakan 3 teknik, yang terdiri dari proses observasi partisipatif, wawancara mendalam in-depht interviewing, dan studi dokumen. Pengumpulan data biasanya dilakukan melalui pengamatan partisipan, wawancara, kuesioner dan lain-lain. Ilmu ini bertujuan untuk menjelaskan keadaan masyarakat yang dipelajari Metode dan teknik analisis data Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yiatu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.... In achieving these goals, educators can use various methods to apply culture in classroom learning by adjusting the learning materials to be delivered. Thus, the learning objectives can be achieved maximally by understanding the learning material which is also integrated with the culture that surrounds the students [15,16]. One of the applications of culture in learning is the implementation of local wisdom-based learning. ...Purpose of the study Students develop according to the nature of nature and the times. This causes the development of the times to have an influence on the development of students. One of the impacts of the current developments is the loss of awareness to love and even know local wisdom in the environment around students. Therefore, the implementation of local wisdom in classroom learning is essential to do. In this study, an evaluation of the response of the educators to the training on the application of the adat bersendi syara' syara' bersendi Kitabullah was carried out in learning. Methodology This research used a descriptive quantitative method. 20 educators at SMPN 30 Muaro Jambi were the subjects of this study. Main Findings The results of the research showed that educators had a positive response to the training on applying the adat bersendi syara' syara' bersendi Kitabullah in learning. These results are indicated by the average above 3 in the table. Therefore, it was found that the educators at SMPN 30 Muaro Jambi positively responded to the training on applying the adat bersendi syara' syara' bersendi Kitabullah in learning. Novelty/Originality of this study The research illustrates that it is essential to conduct cultural-based learning training in schools, especially for teachers. Because it is through education and learning in the classroom that students gain an understanding of the culture around them... Pendidikan adalah proses dari menciptakan suasana belajar yang dilakukan secara sadar dan terencanan guna mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki seperangkat kompetensi diri sehingga dapat digunakan ketika hidup bermasyarakat Wahono, 2018. Adalah hal yang niscaya apabila pendidikan digunakan untuk mengarahkan genrasi setempat menuju perubahan-perubahan yang baik bagi kehidupan. ... Meidi SaputraArtikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan integrasi kewarganegaraan digital dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya menumbuhkan budaya netiket di kalangan mahasiswa. Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan. Data penelitian dikumpulkan dengan metode dokumentasi. Sedangkan teknis analisis data menggunakan literatur dan jurnal yang berhubungan dengan tema penelitian. Temuan dalam penelitian ini adalah bahwa mata kuliah pendidikan kewarganegaraan merupakan mata kuliah wajib umum di perguruan tinggi. Mata kuliah ini bertujuan untuk pengembangan kepribadian mahasiswa. Sebagai mata kuliah pengembang kepribadian mahasiswa, mata kuliah pendidikan kewarganegaraan perlu merespon perkembangan teknologi dan informasi dengan mengintegrasikan konsep kewarganegaraan digital. Integrasi konsep kewarganegaraan digital merupakan bagian dari rekayasa pembelajaran sebagai upaya menumbuhkan etika berinternet netiket di kalangan mahasiswa. Etika berinternet netiket merupakan hasil yang ingin dicapai dari implikasi terintegrasinya kewarganegaraan digital dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Integrasi kewarganegaraan digital dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi dapat dilakukan dengan dua cara yakni pembahaaruan perangkat pembelajaran RPS, SAP dan lain sebagainya dan pendekatan pelaksanaan perangkat pembelajaran dengan memperhatikan latar belakang keilmuan AsmaraniPutri AndrianiWindi Kartika Sarip>Pendidikan karakter ialah sebuah proses untuk membantu mahasiswa dalam mengembangkan suatu model karakter. Sistem pendidikan tinggi harus selalu dievaluasi untuk mengikuti perkembangan zaman dan perubahan sikap atau perilaku mahasiswa. Dalam rangka meningkatkan daya saing untuk menghadapi era globalisasi disemua bidang, mahasiswa dituntut untuk memiliki persyaratan keterampilan dalam hal kecerdasan intelektual kognitif dan kebiasaan etika. Peran perguruan tinggi, pemerintah serta masyarakat sangat diperlukan dalam upaya membangun karakter mahasiswa dan keberadaan suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya. Kebudayaan, lingkungan akademik memakai seluruh aspek-aspeknya, regulasi, sistem pendidikan tinggi dan lingkungan sosial memiliki peran masing-masing dalam pembentukan karakter mahasiswa Indonesia yang lebih baik. Pembinaan karakter berguna untuk memperbaiki perilaku serta karakter mahasiswa. pendidikan karakter yang sudah diberikan juga menjadi sebuah pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah mengimplementasikan pembinaan karakter pada mahasiswa. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah cara pembentukan karakter mahasiswa dan implementasi pembinaan karakter pada mahasiswa.